Pengertian DAS yang banyak dikenal pada bidang kehutanan, adalah wilayah/daerah yang dibatasi oleh topografi alami yang saling berhubungan sedemikian rupa sehingga semua air yang jatuh pada daerah tersebut akan keluar dari satu sungai utama. Sedangkan pengelolaan DAS diartikan sebagai upaya manusia di dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara sumber daya alam dengan manusia dan segala aktifitasnya sehingga terjadi keserasian ekosistem serta dapat meningkatkan kemanfaatan bagi manusia. Asdak (1995: 11) menyatakan bahwa ”Daerah aliran sungai dapatlah dianggap sebagai suatu ekosistem”. Ekosistem terdiri atas komponen biotis dan abiotis yang saling berinteraksi membentuk satu kesatuan yang teratur. Dengan demikian, dalam suatu ekosistem tidak ada satu komponenpun yang berdiri sendiri, melainkan ia mempunyai keterkaitan dengan komponen lain, langsung atau tidak langsung.
Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen, dan unsur hara serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada satu titik (outlet). Oleh karena itu, pengelolaan DAS merupakan suatu bentuk pengembangan wilayah yang menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan yang pada dasarnya merupakan usaha-usaha penggunaan sumberdaya alam disuatu DAS secara rasional untuk mencapai tujuan produksi pertanian yang optimum dalam waktu yang tidak terbatas (lestari), disertai dengan upaya untuk menekan kerusakan seminimum mungkin sehingga distribusi aliran merata sepanjang tahun (Marwah, 2001).
Menurut Kartodihardjo, dkk, 2004), secara fisik DAS didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayah yang dibatasi secara alamiah oleh punggung bukit yang menerima dan mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya melalui sungai utama dan keluar pada satu titik outlet. Batasan tersebut menunjukkan bahwa di dalam DAS terdapat wilayah yang berfungsi menampung dan meresapkan air (wilayah hulu) dan wilayah tempat air hampir berakhir mengalir (wilayah hilir). Nugraha, dkk (1997: 1) mengemukakan bahwa dengan berpedoman pada ekosistemnya, wilayah DAS dapat dibagi menjadi (1) sub sistem DAS bagian hulu (upland watershed), (2) sub sistem DAS bagian tengah (midland watershed), dan (3) sub sistem DAS bagian hilir atau pantai (lowland watershed). Masing-masing sub sistem DAS tersebut di atas mempunyai karakteristik (ciri khas) dan sumberdaya alam (tanah, air, dan vegetasi) sendiri-sendiri, sehingga akan mempunyai daya dukung dan daya tampung lingkungan yang berbeda, akibatnya dalam usaha pengelolaan lingkungan harus disesuaikan dengan kondisi tersebut dan diikuti dengan tindakan dan pengambilan kebijakan yang mengikuti ciri khas dan potensi sumberdaya alam yang ada.
Pengelolaan DAS adalah suatu proses formulasi dan implementasi kegiatan
atau program yang bersifat manipulasi sumberdaya alam dan manusia yang terdapat
di daerah aliran sungai untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa
menyebabkan terjadinya kerusakan sumberdaya tanah dan air. Termasuk dalam
pengelolaan DAS adalah identifikasi keterkaitan antara tataguna lahan, tanah
dan air, dan keterkaiatan antara daerah hulu dan hilir suatu DAS (Asdak, 2002).
Secara hidrologi, pengelolaan DAS berupaya untuk mengelola kondisi biofisik
permukaan bumi, sedemikian rupa sehingga didapatkan suatu hasil air (water
yield, total streamflow) secara maksimum, serta memiliki regime aliran (flow
regime) yang optimum, yaitu terdistribusi merata sepanjang tahun (Purwanto,
1992).
Undang-Undang
RI No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, menyebutkan bahwa penyelenggaraan
kehutanan yang bertujuan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat adalah dengan
meningkatkan daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS) dan mempertahankan
kecukupan hutan minimal 30 % dari luas DAS dengan sebaran proporsional.
Sedangkan yang dimaksud dengan Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai
suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak
sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal
dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat
merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan
yang masih terpengaruh aktivitas daratan (UU No 7 tahun 2004 tentang Sumber
daya Air).
Pengelolaan DAS mempunyai pengaruh terhadap
produktivitas dan fungsi DAS secara keseluruhan. Oleh karena itu di dalam
pengelolaan DAS harus diarahkan pada target sebagai berikut :
- Mampu memberikan produktivitas lahan yang tinggi;
- Mampu menjamin kelestarian DAS, yaitu menjamin produktivitas yang tinggi, erosi dan sedimen serendah ungkin, dan fungsi hidrologi DAS memberikan water yield yang tinggi dan cukup merata sepanjang tahun;
- Mampu membina DAS yang lentur terhadap goncangan perubahan yang terjadi (resilient);
- Tetap menjamin terlaksananya unsur-unsur pemerataan (equity) pada petani. (Arsyad et-al, 1985 dalam Tikno, 1999)
DAS tidak dapat dibagi dan dikelola
berdasarkan sistem administrasi pemerintahan selain itu daerah bagian hulu dan
hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi. Oleh karena itu
perubahan penggunaan lahan di daerah hulu memberikan dampak di daerah hilir
dalam bentuk fluktuasi debit air, kualitas air dan transport sedimen serta
bahan-bahan terlarut di dalamnya. Oleh karena itu pengelolaan/manajemen Das
tidak bisa dilakukan hanya sebagian-sebagain saja (parsial) menurut wilayah
admintrasi atau kewenangan lembaga tertentu saja namun harus dilakukan secara
menyeluruh (holistik) sehingga semua aspek yang terkait dalam DAS dapat
diperhatikan dan dipertimbangkan dalam perencanaan, pengorganisasian,
implementasi maupun kontrol terhadap seluruh proses pengelolaan yang telah
dibuat.
Perencanaan dan pengelolaan DAS merupakan
aktivitas yang berdimensi biofisik (seperti, pengendalian erosi, pencegahan dan
penanggulangan lahan-lahan kritis, dan pengelolaan pertanian konservatif);
berdimensi kelembagaan (seperti, insentif dan peraturan-peraturan yang
berkaitan dengan bidang ekonomi); dan berdimensi sosial yang lebih diarahkan
pada kondisi sosial budaya setempat untuk menjadi pertimbangan di dalam
perencanaan suatu aktivitas/teknologi pengelolaan Daerah Aliran Sungai sebagai
satuan unit perencanaan pembangunan pertanian yang berkelanjutan. Oleh
karenanya pengelolaan DAS tidak bisa hanya menjadi domain satu bidang ilmu saja
(misalnya bidang Kehutanan saja) namun haruslah interdisipliner sehingga semua
dimensi biofisik, kelembagaan, dan sosial dalam pengelolaan DAS dapat
dipertimbangkan secara baik dan benar. Selain itu dari aspek kewenangan
terhadap pengelolaan, seringkali dalam satu kawasan DAS banyak institusi yang
terlibat sehingga perlu adannya koordinasi yang baik diantara
institusi/stakeholder yang terkait dengan kegiatan pengelolaan DAS.
Pada akhirnya agar pengelolaan DAS dapat
dilakukan secara optimal, maka perlu dilibatkan seluruh stakeholders dan
direncanakan secara terpadu, menyeluruh, berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan dengan DAS sebagai suatu unit pengelolaan. Pelaksanaan yang
ditunjang oleh peratuan perundangan dan sistem pendanaan yang memungkinkan
mekanisme kerjasama yang baik antar stakeholders, antar sektor dan adanya
pembagian biaya dan keuntungan antar bagian hulu dengan bagian hilir. Ini
berarti aspek kelembagaan dalam pengelolaan DAS/DTA sangat penting untuk ditata
sejalan dengan adanya perundangan dan otonomi daerah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar