Senin, 03 November 2014

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai


Pengertian DAS yang banyak dikenal pada bidang kehutanan, adalah wilayah/daerah yang dibatasi oleh topografi alami yang saling berhubungan sedemikian rupa sehingga semua air yang jatuh pada daerah tersebut akan keluar dari satu sungai utama. Sedangkan pengelolaan DAS diartikan sebagai upaya manusia di dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara sumber daya alam dengan manusia dan segala aktifitasnya sehingga terjadi keserasian ekosistem serta dapat meningkatkan kemanfaatan bagi manusia. Asdak (1995: 11) menyatakan bahwa ”Daerah aliran sungai dapatlah dianggap sebagai suatu ekosistem”. Ekosistem terdiri atas komponen biotis dan abiotis yang saling berinteraksi membentuk satu kesatuan yang teratur. Dengan demikian, dalam suatu ekosistem tidak ada satu komponenpun yang berdiri sendiri, melainkan ia mempunyai keterkaitan dengan komponen lain, langsung atau tidak langsung. 

Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen, dan unsur hara serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada satu titik (outlet). Oleh karena itu, pengelolaan DAS merupakan suatu bentuk pengembangan wilayah yang menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan yang pada dasarnya merupakan usaha-usaha penggunaan sumberdaya alam disuatu DAS secara rasional untuk mencapai tujuan produksi pertanian yang optimum dalam waktu yang tidak terbatas (lestari), disertai dengan upaya untuk menekan kerusakan seminimum mungkin sehingga distribusi aliran merata sepanjang tahun (Marwah, 2001).

Menurut Kartodihardjo, dkk, 2004), secara fisik DAS didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayah yang dibatasi secara alamiah oleh punggung bukit yang menerima dan mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya melalui sungai utama dan keluar pada satu titik outlet. Batasan tersebut menunjukkan bahwa di dalam DAS terdapat wilayah yang berfungsi menampung dan meresapkan air (wilayah hulu) dan wilayah tempat air hampir berakhir mengalir (wilayah hilir).  Nugraha, dkk  (1997: 1) mengemukakan bahwa dengan berpedoman pada ekosistemnya, wilayah DAS dapat dibagi menjadi (1) sub sistem DAS bagian hulu (upland watershed), (2) sub sistem DAS bagian tengah (midland watershed), dan (3) sub sistem DAS bagian hilir atau pantai (lowland watershed). Masing-masing sub sistem DAS tersebut di atas mempunyai karakteristik (ciri khas) dan sumberdaya alam (tanah, air, dan vegetasi) sendiri-sendiri, sehingga akan mempunyai daya dukung dan daya tampung lingkungan yang berbeda, akibatnya dalam usaha pengelolaan lingkungan harus disesuaikan dengan kondisi tersebut dan diikuti dengan tindakan dan pengambilan kebijakan yang mengikuti ciri khas dan potensi sumberdaya alam yang ada.

Pengelolaan DAS adalah suatu proses formulasi dan implementasi kegiatan atau program yang bersifat manipulasi sumberdaya alam dan manusia yang terdapat di daerah aliran sungai untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumberdaya tanah dan air. Termasuk dalam pengelolaan DAS adalah identifikasi keterkaitan antara tataguna lahan, tanah dan air, dan keterkaiatan antara daerah hulu dan hilir suatu DAS (Asdak, 2002). Secara hidrologi, pengelolaan DAS berupaya untuk mengelola kondisi biofisik permukaan bumi, sedemikian rupa sehingga didapatkan suatu hasil air (water yield, total streamflow) secara maksimum, serta memiliki regime aliran (flow regime) yang optimum, yaitu terdistribusi merata sepanjang tahun (Purwanto, 1992).

Undang-Undang RI No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, menyebutkan bahwa penyelenggaraan kehutanan yang bertujuan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat adalah dengan meningkatkan daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS) dan mempertahankan kecukupan hutan minimal 30 % dari luas DAS dengan sebaran proporsional. Sedangkan yang dimaksud dengan Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan (UU No 7 tahun 2004 tentang Sumber daya Air).

Pengelolaan DAS mempunyai pengaruh terhadap produktivitas dan fungsi DAS secara keseluruhan. Oleh karena itu di dalam pengelolaan DAS harus diarahkan pada target sebagai berikut :
  1. Mampu memberikan produktivitas lahan yang tinggi;
  2. Mampu menjamin kelestarian DAS, yaitu menjamin produktivitas yang tinggi, erosi dan sedimen serendah ungkin, dan fungsi hidrologi DAS memberikan water yield yang tinggi dan cukup merata sepanjang tahun;
  3. Mampu membina DAS yang lentur terhadap goncangan perubahan yang terjadi (resilient);
  4. Tetap menjamin terlaksananya unsur-unsur pemerataan (equity) pada petani. (Arsyad et-al, 1985 dalam Tikno, 1999)
DAS tidak dapat dibagi dan dikelola berdasarkan sistem administrasi pemerintahan selain itu daerah bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi. Oleh karena itu perubahan penggunaan lahan di daerah hulu memberikan dampak di daerah hilir dalam bentuk fluktuasi debit air, kualitas air dan transport sedimen serta bahan-bahan terlarut di dalamnya. Oleh karena itu pengelolaan/manajemen Das tidak bisa dilakukan hanya sebagian-sebagain saja (parsial) menurut wilayah admintrasi atau kewenangan lembaga tertentu saja namun harus dilakukan secara menyeluruh (holistik) sehingga semua aspek yang terkait dalam DAS dapat diperhatikan dan dipertimbangkan dalam perencanaan, pengorganisasian, implementasi maupun kontrol terhadap seluruh proses pengelolaan yang telah dibuat.
Perencanaan dan pengelolaan DAS merupakan aktivitas yang berdimensi biofisik (seperti, pengendalian erosi, pencegahan dan penanggulangan lahan-lahan kritis, dan pengelolaan pertanian konservatif); berdimensi kelembagaan (seperti, insentif dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan bidang ekonomi); dan berdimensi sosial yang lebih diarahkan pada kondisi sosial budaya setempat untuk menjadi pertimbangan di dalam perencanaan suatu aktivitas/teknologi pengelolaan Daerah Aliran Sungai sebagai satuan unit perencanaan pembangunan pertanian yang berkelanjutan. Oleh karenanya pengelolaan DAS tidak bisa hanya menjadi domain satu bidang ilmu saja (misalnya bidang Kehutanan saja) namun haruslah interdisipliner sehingga semua dimensi biofisik, kelembagaan, dan sosial dalam pengelolaan DAS dapat dipertimbangkan secara baik dan benar. Selain itu dari aspek kewenangan terhadap pengelolaan, seringkali dalam satu kawasan DAS banyak institusi yang terlibat sehingga perlu adannya koordinasi yang baik diantara institusi/stakeholder yang terkait dengan kegiatan pengelolaan DAS.
Pada akhirnya agar pengelolaan DAS dapat dilakukan secara optimal, maka perlu dilibatkan seluruh stakeholders dan direncanakan secara terpadu, menyeluruh, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dengan DAS sebagai suatu unit pengelolaan. Pelaksanaan yang ditunjang oleh peratuan perundangan dan sistem pendanaan yang memungkinkan mekanisme kerjasama yang baik antar stakeholders, antar sektor dan adanya pembagian biaya dan keuntungan antar bagian hulu dengan bagian hilir. Ini berarti aspek kelembagaan dalam pengelolaan DAS/DTA sangat penting untuk ditata sejalan dengan adanya perundangan dan otonomi daerah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar