Jumat, 29 Agustus 2014

PENYEBAB KERUSAKAN HUTAN DI PROVINSI LAMPUNG



PENYEBAB KERUSAKAN HUTAN DI PROVINSI LAMPUNG


Provinsi Lampung memiliki luas wilayah 3.301.545 ha, 32 % dari luas tersebut berstatus kawasan hutan negara. Luas kawasan hutan Negara kembali berubah setelah dikeluarkannya Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No.416/Kpts-II/1999 yaitu menjadi 1.144.512 ha (34,66%) luas daratan Lampung. Pada tahun 1999, kembali di keluarka Keputusan Mentri Kehutanan dan Perkebunan No. 256/Kpts-II/2000 sehingga luas kawasan hutan Negara di Provinsi Lampung Kembali berubah menjadi 1.004.735 ha atau seluas 30,43 % dari total luas Provinsi Lampung. Perubahan demi perubahan tersebutmerupakan dampak dari di lakukannya penunjukan ulang peruntukan kawasan Hutan Produksi Dapat Dikonversi (HPK) menjadi areal penggunaan lain. Dari 225.090 ha kawasan hutan produksi yang ada, sampai dengan bulan desember 2009 yang telah dimanfaatkan hanya dalam bentuk IUPHHK-HTI seluas 155.654 ha.jumlah dan luas tersebut meningkat di banding dengan periode sampai bulan September 2009 yaitu seluas 148.729 ha

Kebijakan pokok kehutanan Lampung sejak tiga dasawarsa lalu pada intinya adalah: Penetapan kawasan hutan melalui Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK); eksplotasi hasil hutan dan konservasi hutan melalui HPH/HTI, kebijakan pengamanan hutan dan rehabilitasi lahan melaui program reboisasi dan pemindahan (resettlement) penduduk. Namun dari 1.004.735 ha luas kawasan hutan di Lampung kini hanya tersisa sekitar 328.603 ha (32,70 %) yang masih berhutan. Banyak permasalahan yang terjadi pada hutan yang di Provinsi Lampung baik di hutan lindung, produksi, maupun hutan provinsi.

Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Lampung Syamsul Bahri menyatakan, kondisi kerusakan hutan di Lampung telah mencapai 65% tersebar di kawasan hutan produksi, hutan lindung dan konservasi. Justru yang paling parah terjadi perambahan liar terdapat di kawasan hutan produksi yakni mencapai 65%, sedangkan di kawasan hutan lindung dan konservasi mencapai 35%, dari luas hutan Lampung yang mencapai 1,3 juta ha.

Beberapa permasalahan  dan penyebab kerusakan hutan yang di Provinsi Lampung antara lain adalah sebagai berikut.

1.    Penebangan liar (illegal logging)

Penebangan liar (illegal Logging) merupakan faktor penyebab semakin tingginya tinggkat kerusakan hutan yang hinga saat ini menjadi fenomena yang dapat di temukan hampir di semua lokasi kawasan hutan di Lampung. Situasi tersebut diperparah dengan munculnya konflik antara masyarakat sekitar hutan dengan pemerintah terkait klaim status kepemilikan lahan maupun akses pengelolaan. Hutan hancur dengan cepat, begitu juga dengan uang yang dihasilkan sangat besar. Cukong kayu menjadi kaya raya, akibatnya Negara banyak dirugikan darinya. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan dari mulut pejabat pun juga banyak disampaikan untuk mengatasi masalah tersebut, tetapi implementasinya masih setengah hati dilakukan, sehingga harapan untuk memberantas msalah illegal loging pun tidak dapat terwujud dengan baik. Untuk itu, Menteri Kehutanan mengeluarkan Peraturan Mentri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.38/ Menhut-II/2009 Tentang standard Dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan produksi Lestari Dan Verifikasi Legalitas Kayu Pada Pemegag Izin Atau Pada Hutan Hak. Hal ini di anggap Penting, karena adanya indikasi konfik tata batas dan lahan yang di himpun dari berbagai sumber termasuk media yang mencatut nama beberapa perusahaan pemegang HP-HTI di Lamung. Selain itu di perlukan juga informasi mendalam mengenai kegiatan-kegiatan perusahaan terkait dengan keberlangsungan ekologi, dan Hak Masyarakat sekitar Perusahaan, dan kegiatan lain yang dianggap menyimpang.


2.    Penambangan

Kondisi hutan yang setiap tahun makin rusak akibat penambahan liar dan penambangan tidak berizin. Bahkan sudah puluhan perusahaan tambang ditolak izinnya karena tidak memenuhi syarat AMDAL dan akan melakukan penambangan di hutan konservasi, dan hutan lindung.
Umumnya perusahaan mengajukan izin eksplorasi dan eksploitasi penambangan emas, perak, batubara, mangan, pasir besi dan pasir kuarsa (bahan kaca). Dinas Kehuatanan provinsi Lampung juga telah membuat edaran di kalangan para bupati agar tidak mudah memberikan izin pengelolaan hutan untuk pertambangan tanpa kordinasi Pemprov Lampung dan Kementerian Kehutanan. Jangan sampai kondisi hutan di Lampung seperti di Kalimantan, hampir semua jengkal lahan dipenuhi lokasi tambang batubara sehingga merusak lingkungan.

3.    Perambahan hutan.

Perambahan hutan di Lampung sudah berlangsung lama, tapi makin marak dalam satu dekade terakhir–sejak era reformasi bergulir. Hal ini bisa terjadi karena perilaku masyarakat sekitar hutan dalam melakukan kegiatan mengeksploitasi hutan lebih besar daripada menjaga fungsi hutannya. Ketidak efektifannya dalam menjalankan Program Hutan Kemasyarakatan (HKM) juga merupakan penyebab terjadinya pemanfaatan hutan dengan semena-mena.
Akibatnya, perambahan liar yang dilakukan oleh masyarakat sekitar hutan mengakibatkan rusaknya hutan. Argumennya, mereka (para perambah) membuka lahan untuk bercocok tanam untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari alias untuk memenuhi kebutuhan perut mereka. Dan dilain sisi ada orang-orang besar memanfaatkan atau merambah hutan untuk dijadikan perkebunan. Akibatnya, tindakan tersebut akan merubah fungsi dari hutan itu sendiri. Perambah liar harusnya diberikan penyuluhan oleh Dinas Kehutanan. Apapun alasanya perambahan liar tidak dapat dibenarkan atau disetujui. Perambahan hutan secara besar-besaran pasti terus berlangsung. Bertambahnya jumlah penduduk pasti membutuhkan tanah, pangan, dan papan. Pemerintah harus tegas alam melalukan pemantafan kawasan hutan, lihat kawasan hutan di daerah-daerah. 
Hutan yang dijarah meliputi kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) dan hutan register.  Kerusakan parah juga terjadi di kawasan register di Tanggamus, seperti Register 30 (Sumberrejo dan Gisting), Register 32 (Airnaningan dan Pulau Panggung), dan Register 39 (Ulubelu, Pulau Panggung, dan Airnaningan). Perambahan hutan lindung umumnya dilakukan untuk lahan budi daya kopi dam kakao. Meski belum ada angka riil, produksi kopi dan kakao dari kawasan hutan lindung diperkirakan sangat besar. 

4.    Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan merupakan problematika yang dialami saat musim kemarau. Api yang berasal dari lahan pertanian dan perkebunan sering kali tidak terkendali sehingga menimbulkan kebakaran hutan. Untuk itu, manajemen dalam menggunakan api sangat penting dalam melakukan pembukaan lahan pertanian dan perkebunan.

5.    Pembangunan infrastuktur yang dilakukan oleh pemerintah dan pihak swasta serta perorangan.

Hal ini bisa dilihat dari kasus tumbuhnya gedung di daerah Puncak Jawa Barat, yang satusnya hutan lindung sebagai daerah tangkapan air. Begitu juga didaerah Lampung, bukit-bukit yang ada di Kota Bandar Lampung digerus dan di bangun sarana, prasarana dan perumahan. Harusnya bukit-bukit ini dibuat menjadi hutan kota, yang banyak manfaatnya bagi kehidupan masyarakat.

6.    Sengketa lahan

Permasalahan lainnya mengenai pengelolaan hutan di Lampung di antaranya mengenai kasus sengketa lahan di Mesuji.  Hutan negara Register 45 Mesuji, belakangan menjadi isu nasional setelah adanya laporan sekelompok orang yang mengklaim dari lembaga adat Megou Pak Tulangbawang ke DPR, akhir tahun lalu. Lembaga adat ini melaporkan telah terjadi pembantaian warga Mesuji di Register 45, terkait sengketa lahan antara PT Silva Inhutani dan warga setempat.

Kasus ini akhirnya diserahkan ke Pemerintah Pusat lewat lembaga Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) diketuai Denny Indrayana (wakil Menkum HAM). Setelah selesai, kasus Register 45 Mesuji diserahkan kembali kepada Pemerintah Provinsi Lampung. Saat kasus ini ditangani pusat dan provinsi, jumlah pendatang di lahan hutan Register terus bertambah hingga ribuan kepala keluarga, dari berbagai daerah di Lampung. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mesuji memberi batas waktu hingga 28 Februari 2012 bagi para perambah hutan Register 45 untuk hengkang dari lahan negara tersebut. Namun, ribuan warga menolak pengusiran oleh tim gabungan bentukan Pemkab Mesuji. Akhirnya, upaya pengusiran dan pengosongan lahan Register kembali gagal hingga kini.

Provinsi Lampung memiliki hutan yang berpotensi dan bermanfaat tinggi.  Pengelolaan dan pemanfaatan yang baik dan mengutamakan prinsip kelestarian dapat membuat sumberdaya hutan termanfaatkan secara lestari dan berkelanjutan untuk masa depan kelak.  Dengan upaya demikian pelestarian hutan dapat dilakukan tanpa mengabaikan kepentingan pemenuhan kebutuhan masyarakat.  Pengelolaan hutan secara baik memerlukan peran serta berbagai pihak baik masyarakat sekitar hutan maupun masyarakat yang tidak disekitar hutan, pemerintah, swasta, dan para stakeholder yang terkat sperti NGO ataupun LSM.  Dengan perencanaan dan pengelolan yang baik, hutan dapat bermanfaat bagi masyrakat yang ada disekitar hutan dan tidak sekitar hutan. Hutan adalah sumber kehidupan. Tidak ada hutan maka tidak ada air, udara yang sekarang kita gunakan untuk bernafas. Jika hutan yang ada di Indonesia, khususnya yang ada di Lampung maka akan terjadi banyak bencana alam seperti banjir, tanah longsor, dan perubahan iklim secara besar-besaran.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar