PENYEBAB
KERUSAKAN HUTAN DI PROVINSI LAMPUNG
Provinsi Lampung
memiliki luas wilayah 3.301.545 ha, 32 % dari luas tersebut berstatus kawasan
hutan negara. Luas kawasan hutan Negara kembali berubah setelah dikeluarkannya
Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No.416/Kpts-II/1999 yaitu menjadi
1.144.512 ha (34,66%) luas daratan Lampung. Pada tahun 1999, kembali di
keluarka Keputusan Mentri Kehutanan dan Perkebunan No. 256/Kpts-II/2000
sehingga luas kawasan hutan Negara di Provinsi Lampung Kembali berubah menjadi
1.004.735 ha atau seluas 30,43 % dari total luas Provinsi Lampung. Perubahan
demi perubahan tersebutmerupakan dampak dari di lakukannya penunjukan ulang
peruntukan kawasan Hutan Produksi Dapat Dikonversi (HPK) menjadi areal
penggunaan lain. Dari 225.090 ha kawasan hutan produksi yang ada, sampai dengan
bulan desember 2009 yang telah dimanfaatkan hanya dalam bentuk IUPHHK-HTI seluas
155.654 ha.jumlah dan luas tersebut meningkat di banding dengan periode sampai
bulan September 2009 yaitu seluas 148.729 ha
Kebijakan pokok kehutanan Lampung sejak tiga dasawarsa lalu pada intinya adalah: Penetapan kawasan hutan melalui Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK); eksplotasi hasil hutan dan konservasi hutan melalui HPH/HTI, kebijakan pengamanan hutan dan rehabilitasi lahan melaui program reboisasi dan pemindahan (resettlement) penduduk. Namun dari 1.004.735 ha luas kawasan hutan di Lampung kini hanya tersisa sekitar 328.603 ha (32,70 %) yang masih berhutan. Banyak permasalahan yang terjadi pada hutan yang di Provinsi Lampung baik di hutan lindung, produksi, maupun hutan provinsi.
Kepala Dinas Kehutanan (Dishut)
Lampung Syamsul Bahri menyatakan, kondisi kerusakan hutan di Lampung telah
mencapai 65% tersebar di kawasan hutan produksi, hutan lindung dan konservasi.
Justru yang paling parah terjadi perambahan liar terdapat di kawasan hutan
produksi yakni mencapai 65%, sedangkan di kawasan hutan lindung dan konservasi
mencapai 35%, dari luas hutan Lampung yang mencapai 1,3 juta ha.
Beberapa
permasalahan dan penyebab kerusakan
hutan yang di Provinsi Lampung antara lain adalah sebagai berikut.
1.
Penebangan
liar (illegal logging)
Penebangan
liar (illegal Logging) merupakan faktor penyebab semakin tingginya tinggkat
kerusakan hutan yang hinga saat ini menjadi fenomena yang dapat di temukan
hampir di semua lokasi kawasan hutan di Lampung. Situasi tersebut diperparah
dengan munculnya konflik antara masyarakat sekitar hutan dengan pemerintah
terkait klaim status kepemilikan lahan maupun akses pengelolaan. Hutan hancur dengan cepat, begitu juga dengan uang yang dihasilkan
sangat besar. Cukong kayu menjadi kaya raya, akibatnya Negara banyak dirugikan
darinya. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan dari mulut pejabat pun juga
banyak disampaikan untuk mengatasi masalah tersebut, tetapi implementasinya
masih setengah hati dilakukan, sehingga harapan untuk memberantas msalah
illegal loging pun tidak dapat terwujud dengan baik. Untuk itu, Menteri Kehutanan
mengeluarkan Peraturan Mentri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.38/
Menhut-II/2009 Tentang standard Dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan
produksi Lestari Dan Verifikasi Legalitas Kayu Pada Pemegag Izin Atau Pada
Hutan Hak. Hal ini di anggap Penting, karena adanya indikasi konfik tata batas
dan lahan yang di himpun dari berbagai sumber termasuk media yang mencatut nama
beberapa perusahaan pemegang HP-HTI di Lamung. Selain itu di perlukan juga informasi
mendalam mengenai kegiatan-kegiatan perusahaan terkait dengan keberlangsungan
ekologi, dan Hak Masyarakat sekitar Perusahaan, dan kegiatan lain yang dianggap
menyimpang.
2.
Penambangan
Kondisi
hutan yang setiap tahun makin rusak akibat penambahan liar dan penambangan
tidak berizin. Bahkan sudah puluhan perusahaan tambang ditolak izinnya karena
tidak memenuhi syarat AMDAL dan akan melakukan penambangan di hutan konservasi,
dan hutan lindung.
Umumnya perusahaan mengajukan izin eksplorasi dan eksploitasi penambangan emas, perak, batubara, mangan, pasir besi dan pasir kuarsa (bahan kaca). Dinas Kehuatanan provinsi Lampung juga telah membuat edaran di kalangan para bupati agar tidak mudah memberikan izin pengelolaan hutan untuk pertambangan tanpa kordinasi Pemprov Lampung dan Kementerian Kehutanan. Jangan sampai kondisi hutan di Lampung seperti di Kalimantan, hampir semua jengkal lahan dipenuhi lokasi tambang batubara sehingga merusak lingkungan.
Umumnya perusahaan mengajukan izin eksplorasi dan eksploitasi penambangan emas, perak, batubara, mangan, pasir besi dan pasir kuarsa (bahan kaca). Dinas Kehuatanan provinsi Lampung juga telah membuat edaran di kalangan para bupati agar tidak mudah memberikan izin pengelolaan hutan untuk pertambangan tanpa kordinasi Pemprov Lampung dan Kementerian Kehutanan. Jangan sampai kondisi hutan di Lampung seperti di Kalimantan, hampir semua jengkal lahan dipenuhi lokasi tambang batubara sehingga merusak lingkungan.
3. Perambahan hutan.
Perambahan
hutan di Lampung sudah berlangsung lama, tapi makin marak dalam satu dekade
terakhir–sejak era reformasi bergulir. Hal
ini bisa terjadi karena perilaku masyarakat sekitar hutan dalam melakukan
kegiatan mengeksploitasi hutan lebih besar daripada menjaga fungsi hutannya.
Ketidak efektifannya dalam menjalankan Program Hutan Kemasyarakatan (HKM) juga
merupakan penyebab terjadinya pemanfaatan hutan dengan semena-mena.
Akibatnya, perambahan liar yang dilakukan oleh masyarakat sekitar hutan
mengakibatkan rusaknya hutan. Argumennya, mereka (para perambah) membuka lahan
untuk bercocok tanam untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari alias untuk memenuhi
kebutuhan perut mereka. Dan dilain sisi ada orang-orang besar memanfaatkan atau
merambah hutan untuk dijadikan perkebunan. Akibatnya, tindakan tersebut akan
merubah fungsi dari hutan itu sendiri. Perambah liar harusnya diberikan penyuluhan
oleh Dinas Kehutanan. Apapun alasanya perambahan liar tidak dapat dibenarkan
atau disetujui. Perambahan hutan secara besar-besaran pasti terus berlangsung.
Bertambahnya jumlah penduduk pasti membutuhkan tanah, pangan, dan papan.
Pemerintah harus tegas alam melalukan pemantafan kawasan hutan, lihat kawasan
hutan di daerah-daerah.
Hutan yang
dijarah meliputi kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) dan hutan
register. Kerusakan parah juga terjadi di kawasan register di Tanggamus,
seperti Register 30 (Sumberrejo dan Gisting), Register 32 (Airnaningan dan
Pulau Panggung), dan Register 39 (Ulubelu, Pulau Panggung, dan
Airnaningan). Perambahan hutan lindung umumnya dilakukan untuk lahan budi
daya kopi dam kakao. Meski belum ada angka riil, produksi kopi dan kakao dari
kawasan hutan lindung diperkirakan sangat besar.
4. Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan merupakan problematika yang dialami saat musim kemarau.
Api yang berasal dari lahan pertanian dan perkebunan sering kali tidak
terkendali sehingga menimbulkan kebakaran hutan. Untuk itu, manajemen dalam
menggunakan api sangat penting dalam melakukan pembukaan lahan pertanian dan
perkebunan.
5. Pembangunan infrastuktur yang dilakukan oleh pemerintah dan pihak
swasta serta perorangan.
Hal ini bisa dilihat dari kasus tumbuhnya gedung di daerah Puncak Jawa
Barat, yang satusnya hutan lindung sebagai daerah tangkapan air. Begitu juga
didaerah Lampung, bukit-bukit yang ada di Kota Bandar Lampung digerus dan di
bangun sarana, prasarana dan perumahan. Harusnya bukit-bukit ini dibuat menjadi
hutan kota, yang banyak manfaatnya bagi kehidupan masyarakat.
6.
Sengketa
lahan
Permasalahan
lainnya mengenai pengelolaan hutan di Lampung di antaranya mengenai kasus
sengketa lahan di Mesuji. Hutan negara Register 45 Mesuji, belakangan
menjadi isu nasional setelah adanya laporan sekelompok orang yang mengklaim
dari lembaga adat Megou Pak Tulangbawang ke DPR, akhir tahun lalu. Lembaga adat
ini melaporkan telah terjadi pembantaian warga Mesuji di Register 45, terkait
sengketa lahan antara PT Silva Inhutani dan warga setempat.
Kasus ini
akhirnya diserahkan ke Pemerintah Pusat lewat lembaga Tim Gabungan Pencari
Fakta (TGPF) diketuai Denny Indrayana (wakil Menkum HAM). Setelah selesai,
kasus Register 45 Mesuji diserahkan kembali kepada Pemerintah Provinsi Lampung.
Saat kasus ini ditangani pusat dan provinsi, jumlah pendatang di lahan hutan
Register terus bertambah hingga ribuan kepala keluarga, dari berbagai daerah di
Lampung. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mesuji memberi batas waktu hingga 28
Februari 2012 bagi para perambah hutan Register 45 untuk hengkang dari lahan
negara tersebut. Namun, ribuan warga menolak pengusiran oleh tim gabungan
bentukan Pemkab Mesuji. Akhirnya, upaya pengusiran dan pengosongan lahan
Register kembali gagal hingga kini.
Provinsi Lampung memiliki hutan yang berpotensi dan bermanfaat tinggi.
Pengelolaan dan pemanfaatan yang baik dan mengutamakan prinsip
kelestarian dapat membuat sumberdaya hutan termanfaatkan secara lestari dan
berkelanjutan untuk masa depan kelak. Dengan upaya demikian pelestarian
hutan dapat dilakukan tanpa mengabaikan kepentingan pemenuhan kebutuhan
masyarakat. Pengelolaan hutan secara baik memerlukan peran serta berbagai
pihak baik masyarakat sekitar hutan maupun masyarakat yang tidak disekitar
hutan, pemerintah, swasta, dan para stakeholder yang terkat sperti NGO ataupun
LSM. Dengan perencanaan dan pengelolan yang baik, hutan dapat bermanfaat
bagi masyrakat yang ada disekitar hutan dan tidak sekitar hutan. Hutan adalah
sumber kehidupan. Tidak ada hutan maka tidak ada air, udara yang sekarang kita
gunakan untuk bernafas. Jika hutan yang ada di Indonesia, khususnya yang ada di
Lampung maka akan terjadi banyak bencana alam seperti banjir, tanah longsor,
dan perubahan iklim secara besar-besaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar