cerita tentang disiplin
Di
Afrika, setiap pagi singa bangun dari tidurnya dengan kesadaran penuh
bahwa ia harus berlari lebih cepat daripada rusa atau ia akan mati
kelaparan. Setiap pagi pula, rusa bangun dari tidurnya dengan kesadaran
penuh bahwa ia harus berlari lebih cepat daripada singa atau ia akan
mati dimangsa.
Sementara singa dan rusa memperjuangkan hidup di Afrika, di sini kita pun sama. Bedanya adalah perjuangan singa dan rusa sebatas isi perut, sedangkan perjuangan kita adalah demi kesuksesan tanpa batas. Demi meraih kesuksesan itu, sama seperti tahun-tahun sebelumnya, kita membuat janji dan rencana tentang hal-hal yang akan kita lakukan sepanjang sisa tahun ini.
Tetapi, bila kita melihat ke belakang, sepertinya ada banyak janji dan rencana kita yang tidak menjadi kenyataan. Bulan berganti bulan, tahun berganti tahun, tetapi hidup kita tidak mengalami kemajuan berarti. Kertas yang kita pakai untuk menuliskan sejumlah rencana dan janji itu ternyata sudah lama tercecer entah di mana. Kalaupun ada kemajuan, ternyata hati kecil kita terus berkata bahwa sesungguhnya kita masih jauh dari apa yang sepatutnya dapat kita raih. Artinya, potensi terbaik kita masih belum diberdayakan secara maksimal.
Tentu kita tidak ingin tahun ini berakhir dalam kesalahan yang sama. Kita menginginkan hidup yang lebih baik. Kita bosan terus menjadi orang yang serba kekurangan. Kita malu menjalani hidup yang tidak memberi manfaat apa-apa bagi sesama. Dan kita marah karena kita terus menerus jatuh dalam kesalahan yang sama.
Iya, saya harap Anda marah terhadap apa pun yang menghambat Anda meraih kehidupan terbaik. Marahlah, marah sampai Anda mendengar jiwa Anda berteriak keras: “Cukup! Sudah cukup! Aku mau berubah!”
Hanya setelah Anda mendengar teriakan itu, Anda dapat mengharapkan hidup yang lebih baik. Berangkat dari teriakan itulah, sekarang mari kita bicara tentang disiplin diri, sebagai pintu kita meraih kehidupan terbaik dalam karier dan kehidupan pribadi.
Apa itu Disiplin Diri?
Disiplin diri adalah kemampuan untuk membuat diri Anda melakukan suatu pekerjaan atau kegiatan tertentu, yang memang perlu Anda lakukan demi meraih suatu kesuksesan, secara khusus pada saat Anda tidak suka untuk melakukan pekerjaan tersebut. Definisi ini penting untuk dipahami dengan sungguh-sungguh, maka saya usulkan agar Anda membacanya berulang kali secara perlahan sampai berhasil menghafalkannya.
Pada umumnya kita cenderung memilih melakukan pekerjaan sebatas yang kita suka saja dan menghindari kegiatan yang membuat kita tidak nyaman. Bila kita jujur, kecenderungan semacam ini sering kita lakukan, bahkan termasuk dalam hal menyelesaikan suatu pekerjaan yang sudah jelas akan membuat hidup kita menjadi lebih baik. Mengapa? Karena kita semua terlahir dengan sifat yang cenderung “merangkul kenikmatan dan menolak penderitaan.”
Sebagai contoh, mengapa Mr. X selalu merokok setelah makan? Karena ia berpikir bahwa merokok setelah makan memberi kenikmatan. Tetapi ketika Mr. X jatuh sakit lalu dokter memberi peringatan terakhir bahwa Ia akan mati dalam satu tahun bila tidak berhenti merokok, apa yang terjadi? Jika Mr. X terhitung orang yang masih normal, ia pasti akan berhenti merokok. Mengapa? Karena sekarang bagi Mr. X rokok setelah makan tidak lagi diasosiasikan sebagai “kenikmatan” melainkan “penderitaan” yakni kematian yang mengenaskan.
Contoh lain, perhatikan usulan saya agar Anda membaca ulang dan menghafalkan definisi disiplin diri di atas. Apakah Anda melakukannya? Selamat bagi Anda yang melakukan. Tapi saya yakin banyak yang tidak melakukan karena sudah menjadi sifat mereka. Bila Anda adalah salah satunya, sesungguhnya Anda baru saja mencontohkan kecenderungan kita yang merangkul kenikmatan dan menolak penderitaan. Dalam hal ini, pada dasarnya kita semua sama. Kita selalu lebih memilih yang mudah, menyenangkan dan serba instan.
Mohon perhatikan poin penting berikut ini. Ketika saya berkata “kita semua” memiliki kecenderungan atau sifat yang sama, artinya termasuk orang-orang sukses yang sering kita saksikan di layar kaca atau membaca di majalah bergengsi. Sebutlah nama seperti Bill Gates, Warren Buffet, Ronaldo, Rafael Nadal, Kobe Bryant, Tiger Woods, Tom Cruise, atau Barack Obama yang kita sebut hebat itu. Mereka semua sama seperti kita.
Pada dasarnya mereka ingin tidur lebih dari empat jam per hari. Ada waktunya ketika Ronaldo malas pergi latihan. Ada saatnya Kobe Bryant hanya ingin santai di depan televisi sambil menikmati makanan kesukaannya. Tetapi mereka berusaha mengalahkan semua kecenderungan itu dan pergi bekerja atau berlatih.
Lalu kita bertanya, mengapa mereka bangun subuh, pergi bekerja dan berlatih kalau mereka tidak suka? Jawabannya sederhana, karena mereka semua sadar bahwa untuk meraih kesuksesan seperti yang mereka capai saat ini ada harga yang harus mereka bayar. Harga itu bernama disiplin diri. Orang sukses adalah orang yang berhasil membuat dirinya melakukan suatu pekerjaan pada saat ia tidak suka melakukannya. Tanpa disiplin diri, seorang yang terlahir jenius sekalipun tidak akan mencapai sesuatu yang berarti dalam hidupnya.
Mengapa Penting?
Tulisan ini bermaksud mengingatkan dan membangunkan kita untuk mulai berubah. Cobalah kita renungkan berapa banyak kerugian yang telah kita alami karena ketidak-disiplinan kita. Dari segi karier, coba bayangkan posisi, jabatan dan kondisi keuangan Anda saat ini bila dalam lima tahun terakhir Anda berhasil membuat diri Anda mengerjakan hal-hal yang perlu Anda kerjakan di kantor, sekalipun Anda tidak suka atau malas mengerjakannya.
Dari segi pendidikan, coba bayangkan tingkat kesuksesan Anda hari ini bila sewaktu sekolah dulu Anda belajar baik-baik dan tidak menghabiskan waktu dengan teman-teman yang pemalas. Coba Anda bayangkan juga kerugian yang pernah Anda derita dalam hal hubungan. Mungkin ada hubungan yang rusak dengan suami, istri, anak-anak, orangtua, saudara, sahabat, teman, kekasih, atasan, atau hubungan dengan rekan kerja.
Pikirkan, kira-kira apa hasilnya bila dulu Anda berhasil mendisiplinkan atau menguasai diri untuk tetap mencintai pasangan Anda yang rewel dan menyebalkan itu. Baiklah, saya tahu, hal ini lebih mudah dibicarakan daripada dipraktikkan. Tetapi maksud saya, kalau banyak orang berhasil menjalaninya dengan baik, ada harapan bahwa Anda dan saya pun bisa, sekalipun mungkin harus melalui perjuangan berat.
Daftar kerugian yang telah kita derita sebagai akibat dari tidak disiplinnya diri kita bisa berlanjut sampai puluhan segi lainnya. Tetapi intinya adalah marilah kita tidak mengulang kesalahan yang sama. Kesalahan di masa lalu kita jadikan pelajaran, sekarang kita fokus untuk memperbaiki masa depan agar kesalahan yang sama tidak terulang kembali, atau setidaknya berhasil dikurangi.
Bagaimana Membangun Disiplin Diri?
Ada beberapa alasan yang membuat seseorang tidak memiliki disiplin diri yang memadai. Berangkat dari pengalaman pribadi, saya mencatat dua faktor utama. Pertama adalah godaan untuk meraih kenikmataan dalam jangka pendek (instan). Setiap orang memiliki “keinginan untuk mendapatkan kenikmatan pada saat ini, tanpa menunggu.” Artinya, banyak dari kita yang lebih terfokus pada kenikmatan jangka pendek, dan berjuang sekeras-kerasnya agar terhindar dari penantian yang terlalu lama. Banyak di antara kita yang tidak sabar menunggu. Kita tidak suka menjalani proses. Kita ingin semuanya serba cepat. Kita ingin kesuksesan instan. Bila perlu kita mencari jalan potong. Jadi, pada dasarnya kita tidak suka disiplin diri.
Alasan kedua tiadanya disiplin adalah hilangnya visi atau gambaran-besar tentang masa depan. Mentalitas jangka pendek seperti yang kita bahas di atas menjadikan kita orang-orang yang gagal melihat masa depan. Bagaimana hal ini berhubungan dengan disiplin diri?
Anda akan menemukan bahwa orang-orang sukses – baik dalam bidang penjulan, olah raga, politik atau profesi lainnya – memiliki kebiasaan untuk berpikir dalam “kerangka jangka panjang.” Maksudnya, orang-orang sukses terlatih mendisiplinkan diri dalam membuat target untuk dicapai dalam kurun waktu tertentu. Kemudian mereka membawa diri ke masa depan dengan cara memvisualisasikan target yang telah dibuat tersebut, seolah-olah telah tercapai atau menjadi kenyataan.
Dalam imajinasi mereka, semua respons positif orang-orang terhadap keberhasilan pencapain target itu – baik dalam bentuk imbalan materi, penghargaan, kata-kata maupun perlakuan khusus – dapat mereka rasakan. Mereka bahkan dapat merasakan emosi kebahagiaan serta kepuasan batin dari semua kesuksesan tersebut. Bayangan dan imaginasi itu memacu serta memotivasi mereka untuk meraih cita-cita sekalipun harus melewati lorong gelap yang sangat panjang.
Sebagai contoh, saya ingat ketika masuk sekolah SMA di Tuhemberua-Nias. Waktu itu sekolah SMA yang dekat kampung saya belum ada sehingga kalau mau lanjut sekolah terpaksa harus menempuh jarak sekitar 20 KM ke ibukota kecamatan. Waktu itu karena keterbatasan ekonomi keluarga, setiap hari jam 5.00 subuh ibu saya selalu mendorong dan dengan sabar menyediakan obor sebagai penerang jalan agar saya tetap sekolah dengan jalan kaki melewati hutan yang gelap dan penuh keheningan. Belum lagi ketika musim hujan tiba, berkali-kali saya harus melewati menyeberangi banjir sungai karena rumah saya berada diseberang sungai. Saya harus sampai di sekolah tepat waktu untuk mengikuti pelajaran yang diberikan oleh bapak ibu guru.
Jujur saja, itu bukan pekerjaan yang menyenangkan. Ada kalanya saya begitu lelah dan merasa merinding dan takut melewati hari yang masih gelap dan banjir yang cukup mengancam. Tetapi saya sadar, menyerah bukan pilihan yang tepat karena saya punya tekad untuk sekolah setingi-tingginya. Lalu apa yang membuat saya terus bertahan, bahkan mampu melakukannya penuh dengan senyuman?
Jawabannya persis seperti konsep visualisasi di atas. Saat itu saya sering berdialog dengan diri saya sendiri. Saya membayangkan bahwa suatu hari kelak saya akan menjadi orang sukses. Saya membayangkan berdiri didepan orang banyak untuk berbagi sesuatu tentang kisah hidup saya yang menginspirasi banyak orang.
Pada saat melihat bapak ibu guru sedang berdiri didepan kelas membagikan sesuatu ilmu kepada anak didiknya, saya membayangkan saya lebih dari itu. Saya menembus waktu dan ruang. Saya melihat Firman Telaumbanua masa depan.
Itulah salah satu pengalaman saya tentang kekuatan visualisasi atau gambaran masa depan. Memang sampai saat ini saya belum diprofilkan, tetapi harapan dan gambaran besar itu terus memacu saya untuk terus melangkah maju. Apakah kelak wajah saya berhasil menghiasi indonesia? Saya tidak tahu. Tetapi saya tahu satu hal, bahwa visi, harapan dan gambaran besar itu terus memacu langkah saya untuk terus berkarya.
Bagaimana dengan Anda? Apakah saat ini Anda sedang menjalani hidup yang tidak menyenangkan? Apakah Anda sedang diminta menyelesaikan suatu pekerjaan baru dan itu mengganggu kenyamanan Anda? Usulan saya, jalani dan kerjakanlah dengan senyuman serta kebesaran jiwa.
Mungkin saat ini Anda menumpang di rumah mertua atau tinggal di rumah kecil, sehingga Anda merasa sering direndahkan, atau merasa rendah diri. Saran saya, sabarlah. Bayangkan rumah indah Anda lima tahun ke depan sebagai hasil keringat dan jerih payah Anda.
Ingat, semua orang memulai dari satu titik. Tidak penting bagaimana titik awal ketika Anda memulai perjuangan menuju kesuksesan. Yang terpenting adalah bagaimana titik akhirnya, karena itu, pastikan, pada akhirnya kelak Anda tampil sebagai pemenang.
Tapi, itu hanya mungkin bila Anda punya disiplin diri. Tanpa disiplin diri, orang yang terlahir jenius sekalipun tidak akan meraih sesuatu yang berarti dalam hidupnya. Karena itu, pastikan Anda melatih diri mulai saat ini dan mulai dari hal-hal kecil. Mungkin sekadar tidur satu jam lebih awal dari biasanya agar Anda dapat bangun lebih pagi untuk berolah raga? Mungkin sekadar menjaga kemuliaan kata-kata yang keluar dari mulut ini, agar tidak melukai hati orang lain? Atau mungkin sekadar menjaga diri agar tidak terus menerus tergoda untuk membeli barang-barang mahal yang sebenarnya tidak diperlukan? Rasanya poin terakhir ini penting agar budaya materialisme dapat dihentikan.
Bila Anda seorang tenaga penjual, bagaimana bila mulai hari ini Anda berkomitmen untuk tidak makan siang sebelum berhasil menelpon sejumlah prospek yang Anda targetkan? Bila Anda seorang istri, bagaimana bila Anda mendisiplinkan diri untuk menyambut suami pulang, dengan senyuman dan kasih sayang, sekalipun harus menunggu hingga larut malam?
Bila Anda seorang suami, bagaimna bila Anda berkomitmen setiap hari minggu memberikan waktu untuk istri dan anak-anak?
Intinya adalah, pikirkan satu hal, sesuatu yang kecil dan sederhana saja, lalu disiplinkan diri Anda untuk melakukannya selama dua minggu ke depan, lalu perhatikan bagaimana hasilnya.
Sebagai penutup, untuk membangun disiplin diri, ingat tiga hal berikut ini:
Pertama, kalahkan kecenderungan untuk menolak kesulitan. Ingat bahwa kesulitan dan penderitaan adalah guru para juara. Mari kita hadapi segala kesulitan dengan keyakinan dan kebesaran jiwa. Kesulitan berguna untuk melahirkan manusia unggul dan para pemimpin sejati. Pemimpin sejati adalah kebutuhan mendesak bangsa ini. Akankah kita menjadi salah seorang di antaranya?
Kedua, kalahkan kecenderungan untuk berfokus pada kenikmatan jangka pendek (sesaat). Ingat, kesuksesan dan kebahagiaan sejati tidak pernah datang dalam semalam. Kesuksesan dan kebahagiaan yang bertahan lama selalu menuntut harga untuk dibayar. Harga itu bernama disiplin-diri. Bayarlah harga kesuksesan Anda, mulai dari sekarang. Waktunya akan tiba ketika Anda mulai menikmati buahnya.
Ketiga, kalahkan kecenderungan hidup tanpa visi atau tanpa gambaran masa depan. Latih diri Anda untuk memvisualisasikan diri Anda lima atau sepuluh tahun ke depan. Bila Anda seorang manager di sebuah perusahaan, dapatkah Anda melihat diri Anda beranjak naik menjadi “CEO of the year”? Bila Anda seorang pengusaha muda, dapatkah Anda melihat sepuluh ribu orang bekerja di perusahaan Anda?
Saya mendengar seseorang bertanya, “Jadi, apakah semua visi, harapan dan bayangan indah itu akan terwujud?”
Saya menjawab, “Sangat mungkin!”
Tetapi, apa yang akan terjadi satu menit ke depan pun saya tidak tahu. Hanya satu hal yang saya tahu – bahwa visi, harapan dan bayangan itu terus memberi saya kekuatan untuk belajar mendisplinkan diri dan terus bergerak maju.
Saya hanya merindukan satu hal, ketika kelak Tuhan memanggil saya pulang, Ia menemukan saya sedang melakukan yang terbaik.”
Bagaimana dengan Anda?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar