A. Kunjungan ke Kelompok Karya Tani
Sejahtera
Pada
Tanggal 4 September 2014 Yayasan Konservasi Way Seputih Melakukan kegiatan
kunjungan ke Kelompok Karya Tani Sejahtera di Desa Buana Sakti. Tujuan dari
kegiatan kunjungan tersebut adalah untuk mengatahui informasi terkait kegiatan
yang baik akan diadakan maupun yang sudah diadakan, dan informasi tentang
kendala atau hambatan yang ada di Kelompok Karya Tani Sejahtera. Saat ini
kelompok Karya Tani sedang ada kegiatan membuat sebuah miniatur dari kayu hasil
hutan rakyat. Tetapi dalam perjalanannya masih banyak kendala yang dihadapi
yaitu modal, kemauan yang didampingi oleh materi, dan mekanisme atau strategi
pemasaranya produk miniatur, jika tidak ada donatur yang membeli produk
tersebut akan berhenti ditengah jalan.
Salah
satu yang menjadi harapan dari kelompok tani Karya Tani Sejahtera kepada
Yayasan Konservasi sebagai pendamping dalam hal peningkatan produktiviats hutan
rakyat jangan terhenti begitu saja. Dan jangan hanya rencana saja tetapi harsu
ada tindakan sehingga kedepannya harus lebih bagus lagi.
Dalam
berorganisasi pasti ada kejenuhan, tapi kalau kita kalah sama jenuh ini kita
kan berhenti terus. Begitupun dalam berkelompok pasti ada kejenuhannya
masing-masing anggota, tetapi kalau kita merasa jenuh terus, kelompok tidak
akan pernah maju. Kesadaran anggota kelompok dalam hal memiliki organisasai
juga penting, karena dengan rasa memiliki tersebut anggoat kelompok dapat
memajukan kelompok. Anggaota kelompok jangan ragu dalam nerbuata tauapun
melauakn sesauatu demi kemauan kelompok. Saat ini banyak anggota kelompok Karya
Tani Sejahtera yang memiliki banyak potensi tetapai untuk saat ini potensi
tersebut belum begitu ditingkatkan. Untuk itu perlu adanya peningkatan
kapasitas anggota kelompok agar kedepannya dapat memjukan kelompok.
Dalam
hal pengajuan untuk Sertifikasi Legalitas Kayu, kelompok sudah lama ingin
mengajukanya. Tetapi belum memenuhi syarat yang ada baik syarat admnistrasi,
manajemen kelompok dan lain sebagainya. Untuk itu, peran dan dukungan dari beberapa
pihak sangatlah diperlukan agar kelompok nanatinya dapat mengajukan Sertifikasi
Legalitas Kayu.
B. Pertemuan JPIK Regio Sumatera
Jaringan Pemantau Independen
Kehutanan atau disingkat JPIK adalah merupakan jaringan dari lembaga-lembaga
yang berperan sebagai pemantau independen di bidang kehutanan. JPIK didirikan
pada 23 September 2010. Hingga saat ini,
tak kurang 41 Lembaga dan 259 individu menjadi member JPIK.
JPIK Inisiatif Sumatera
Selama lebih kurang dua tahun perjalanannya, diperoleh banyak pembelajaran bahwa proses mengawal penerapan SVLK tidak bisa hanya dilakukan di tingkat provinsi atau di masing-masing focal point yang ada. Hal ini disebabkan oleh banyaknya perusahaan yang mempunyai konsesi tidak hanya di satu provinsi, bahkan sampai 3-4 provinsi. Belum lagi, terkait dengan SVLK dimana para perusahaan menerapkan strategi sejenis untuk semua konsesinya.
Proses komunikasi antar-pemantau independen yang dilakukan oleh JPIK selama ini mendapatkan adanya kebutuhan atas strategi pemantauan dan strategi penguatan internal. Serta memberikan kebutuhan akan transparansi atas data dan informasi terkait Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Atas dasar inilah JPIK Focal Point Riau mengupayakan terwujudunya JPIK Inisiatif Sumatera dalam bentuk media informasi on-line (website) JPIK untuk region Sumatera.
JPIK Inisiatif Sumatera akan melibatkan seluruh Focal Point JPIK untuk Regio Sumatera diantaranya adalah:
Yayasan PENA : Focal Point ACEH - Yayasan Leuser Lestari : Focal Point SUMUT - Perkumpulan Qbar : Focal Point SUMBAR - Yasayan Mitra Insani : Focal Point RIAU - CAPPA : Focal Point JAMBI -Wahana Bumi Hijau : Focal Point SUMSEL - Ulayat : Focal Point BENGKULU - YWKS : Focal Point LAMPUNG
JPIK Inisiatif Sumatera
Selama lebih kurang dua tahun perjalanannya, diperoleh banyak pembelajaran bahwa proses mengawal penerapan SVLK tidak bisa hanya dilakukan di tingkat provinsi atau di masing-masing focal point yang ada. Hal ini disebabkan oleh banyaknya perusahaan yang mempunyai konsesi tidak hanya di satu provinsi, bahkan sampai 3-4 provinsi. Belum lagi, terkait dengan SVLK dimana para perusahaan menerapkan strategi sejenis untuk semua konsesinya.
Proses komunikasi antar-pemantau independen yang dilakukan oleh JPIK selama ini mendapatkan adanya kebutuhan atas strategi pemantauan dan strategi penguatan internal. Serta memberikan kebutuhan akan transparansi atas data dan informasi terkait Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Atas dasar inilah JPIK Focal Point Riau mengupayakan terwujudunya JPIK Inisiatif Sumatera dalam bentuk media informasi on-line (website) JPIK untuk region Sumatera.
JPIK Inisiatif Sumatera akan melibatkan seluruh Focal Point JPIK untuk Regio Sumatera diantaranya adalah:
Yayasan PENA : Focal Point ACEH - Yayasan Leuser Lestari : Focal Point SUMUT - Perkumpulan Qbar : Focal Point SUMBAR - Yasayan Mitra Insani : Focal Point RIAU - CAPPA : Focal Point JAMBI -Wahana Bumi Hijau : Focal Point SUMSEL - Ulayat : Focal Point BENGKULU - YWKS : Focal Point LAMPUNG
Pada
tanggal 13 s/d 14 September 2014, saya dan pak Sidik menghadiri undangan
Konsolidasi JPIK Regio
Sumatera Upaya Pemantauan Bersama & Pengembangan Database SVLK. Kegiatan
ini bertujuan untuk melakukan perbaikan atas proses pelaksanaa SVLK melalui
peningkatan kapasitas, pengelolaan database, pemantaun bersama dengan
melibatkan masyarakat oleh JPIK Regio Sumatera. Adapun keluaran dari kegiatan
ini adalah strategi bersama dalam pemantauan SVLK di Regio Sumatera, dan adanya
data dan informasi proses SVLK Regio Sumatera yang disajikan melalui database
on line(website). Kegiatan ini dihadiri oleh hampir semua Focal Point yang ada
di Regio Sumatera minus Focal Point Jambi. Kegiatan ini dilaksanakan selama 2
hari pada hari Sabtu dan Minggu di Hotel Ibis Pekanbaru. Hasil dari kegiatan
konsolidasi ini adalah setiap Focal Point yang ada di Sumatera melakukan proses
pemantauan SVLK dan PHPL disetiap Regio Provinsinya Masing-masing, dan
terciptanya suatu pemantauan bersama yang dilakukan oleh Focal Point Regio
Sumatera yang terfokus pada satu tempat.
C. Workshop Tentang Kebijakan
Pengelolaan Air Di Provinsi Lampung
Pada
tanggal 25 September 2014 Yayasan Konservasi Way Seputih mengadakan acara
workshop yang bertemakan “Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Menjamin
Keselamatan Masyarakat dan Keberlanjutan Produksi di Provinsi Lampung”.
Workshop tersebut dilaksanakan di Aula Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan
Holtikultura Provinsi Lampung”
Workshop yang dilaksanakan pada tanggal 25 September 2014
bertempat di Aula Dinas Pertanian tersebut bertemakan “Kebijakan Pengelolaan
Sumber Daya Air Untuk Menjamin Keselamatan Masyarakat dan keberlanjutan
Produksi di Provinsi Lampung”. Workshop yang diinisiasi oleh Yayasan Konservasi
Way Seputih (YKWS) dihadiri oleh beberapa SKPD, masyarakat, Stakeholder yang
terkait diantaranya yaitu Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji Sekampung, Dinas
Pertanian Provinsi Lampung, Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, BPDAS Seputih
Sekampung, BAPPEDA Provinsi Lampung, Walhi Lampung, LSM Mitra Bentala,
masyarakat pengguna air Lampung Tengah dan Tanggamus, dan lain-lain. Workshop
yang di moderatori oleh Bob Purba dari Samdhana Institute, bersama 3 Narasumber
yaitu Toto Sugiarto dari Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji Sekampung , Dedi
Juansyah dari Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, dan Indri Asmoko dari Dinas
Pertanian Provinsi Lampung.
Menurut Bapak Toto Sugiyarto dari BBWS Mesuji sekampung,
saat ini dari 30 sub DAS yang ada di wilayah Seputih Sekampung, ada 25 sub-DAS
Surplus, 2 sub-DAS kritis, dan 10 sub-DAS defisit. Dan sebanyak 31 sub-DAS
sudah dimanfaatkan (utilitas), sisanya 6 sub-das yang belum dimanfaatkan. Pengelolaan sumber daya air pada
BBWS Mesuji Sekampung meliputi perencanaan, pelaksanaan konstruksi, operasi dan
pemeliharaan dalam rangka :
Untuk mendorong proses pengelolaan
sumber daya air berdasarkan wilayah
sungai yang terpadu antar sektor dan antar wilayah dilakukan melalui konservasi
fisik dan non fisik yang antara lain meliputi pembuatan bendungan, embung,
check dam pelestarian situ, penghijauan daerah tangkapan air dan sosialisasi
pemberdayaan masyarakat.
Kebijakan pendayagunaan sumber daya
air meliputi kegiatan penatagunaan, penyediaan, penggunaan, pengembangan dan
pengusahaan sumber daya air dengan mengacu pada pola pengelolaan sumber daya
air yang ditetapkan. Pendayagunaan sumber daya air ditujukan untuk memanfaatan
sumber daya air secara berkelanjutan dengan mengutamakan pemenuhan kebutuhan
pokok kehidupan masyarakat secara adil
Pengendalian daya rusak air dalam upaya mencegah,
menanggulangi, dan memulihkan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh daya
rusak air; Keterbukaan, ketersediaan data dan
informasi SDA; Pemberdayaan dan peningkatan peran serta
masyarakat, swasta dan pemerintah.
Dinas Pertanianpun mengemukakan bahwa saat ini air itu
sangat vital di butuhkan untuk pertanian. Saat ini sering terjadi alih fungsi
lahan, hal ini dikarenakan keterbatasan air yang menyebabkan banyak petani yang
merubah lahan pertaniannya dari lahan sawah menjadi kebun. Pemerintah sudah ada
Perda, dengan adanya Perda nantinya lahan sawah di Lampung kita lindungi. Ini
upaya pemerintah untuk memastikan bahwasannya sawah akan tetap ada. Saat ini
strategi pembangunan menjadikan
Provinsi Lampung jadi basis produksi komoditas pangan dan komoditas ekspor
dengan pendekatan kawasan, meningkatkan kualitas nilai tambah dan daya saing.
Kebijakan pembangunan pertanian dan kebijakan peningkatan ketahanan pangan itu
yang berdampak bagi perekonomian. Pertumbuahan penduduk saat ini sudah semakin
pesat permasalahan yang semakin berat ini akan memperlambat pekerjaan kita,
misalkan yang sudah kita lakukan untuk mengatasi upaya kekurangan air itu
pernah kita upayakan dengan cara dari sungai langsung kita bawa untuk pengairan
sawah, tapi itu hanya bersifat sementara.
Permasalahan pembangunan di sektor pertanian adalah sebagai
berikut.
1. Lahan
Ø Konversi lahan tidak terkendali
Ø Keterbatasan pencetakan lahan baru
Ø Penurunan kualitas tanah
Ø Rata-rata kepemilikan tanah yang sempit
Ø Ketidakpastian kepemilikan tanah
2. Perbenihan dan pembibitan
Ø
Lemahnya sistem
produksi dan distribusi benih/bibit
Ø
Hambatan pengembangan
benih transgenik
3. Infrastruktur
dan sarana
Ø
Tingginya kerusakan
jaringan irigasi
Ø
Pendangkalan waduk
Ø
Tingginya biaya
produksi dan transportasi
4. Sumber daya manusia
Ø
Terbatasnya jumlah SDM
Ø
Masih rendahnya kualitas
SDM
5. Pembiayaan petani
Ø
Sulitanya petani atau
nelayan mendapatkan pinjaman
Ø
Banyaknya petani
gurem/kecil
Ø
Tunggakan KUT yang
belum diputihkan.
6. Kelembagaan petani
Ø
Lemahnya kelembagaan
petani/nelayan
Ø
Kapasitas kelembagaan
yang beragam
7. Teknologi
dan Indutri Hilir
Ø
Masih menggunakan
alat/teknologi yang tradisional
Ø
Industri yang belum
berkembang.
Dan tantangan untuk sektor pembangunan pertanian adalah perubahan
iklim, kondisi perekonomian global, gejolak harga panen global, bencana alam,
peningkatan jumlah penduduk, aspek distribusi, dan laju urbanisasi.
Dinas Kehutanan mengatakan bahwa kondisi sektor kehutanan
yang ada di Provinsi lampung dari kawasan hutan lindung, kawasan konservasi,
kawasan produksi yang fungsinnya sudah jelas. Kondisi Hutan Lindung di
Provinsi Lampung saat ini belum berfungsi sesuai dengan peruntukannya karena
sebagian besar kawasan hutan lindung telah dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya. Dampak dari belum
optimalnya fungsi hutan lindung berdampak pada terganggunya tata air, dan belum
terkendalinya erosi sehingga mempengaruhi banyaknya sedimentasi pada
waduk/bendungan sebagai tempat penampungan air. Hal ini berdampak pada
berkurangnya daya tampung
/volume waduk/bendungan , sehingga pada musim hujan banyak air tidak tertampung
sehingga menimbulkan banjir dan pada musim kemarau volume air menyusut sehingga tidak
mampu mengairi sawah.
Dalam rangka
mengembalikan serta meningkatkan fungsi dan manfaat kawasan hutan dan lahan sebagai bagian
dari DAS maka dilaksanakan Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL). Selain
itu, upaya melibatkan peranserta masyarakat yang terlanjur memanfaatkan kawasan
hutan lindung untuk kegiatan budidaya maka
Pemerintah mengeluarkan kebijakan Hutan Kemasyarakatn (HKm) dan Hutan Desa. Kegiatan RHL,
HKm dan kegiatan-kegiatan lainnya yang berkaiatan dengan pengelolaan kawasan
hutan (penataan hutan, perencanaan hutan, perlindungan hutan dan lain-lain) di
tingkat lapangan dibawah organisasi pengelola kawasan Hutan yang disebut Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Dalam kurun
waktu 4 tahun terakhir (sejak tahun 2010 s/d 2013) upaya rehabilitasi hutan dan
lahan yang telah dilakukan oleh pemerintah melalui
dana APBN seluas 47.700 Ha,
KBR sejumlah 2.154 Unit @ 25.000 batang, Pembagian tanaman program Gelam
(APBD Provinsi Lampung) sejumlah 1.370.900 batang
Penyampaian materi yang disampaikan oleh narasumber Arif
Wicaksono menunjukan sebuah strutur yang menggambarkan tentang minimnya
kordinasi induktif dan deduktif. Induktif diartikan sebagai pemerintah yang
mampu menjalankan pemertihanya disaat adanya pembiayaan dalam sebuah proyek,
sedangkan deduktif diartikan sebagai masyarakat sebagai penerima dampak proyek.
Dalam hal ini Arif wicaksono memberi masukan pentingnya menyusun syarat
perubahan.
Kedepannya dengan adanya workshop ini dapat terjalinnya
kesinambungan dan sinergitas antar semua lembaga baik dari pemerintah setempat,
LSM yang bergerak dibidang kehutanan lingkuangan, dan air maupun masyarakat
sekitar baik yang disekitar sunagai maupun yang jauh dari sungai sebagai
pengguna air. Agar kedepannya pengelolaan air yang ada di Provinsi Lampung
dapat berjalan dan bermanfaat bagi semua lapisan masyarakat.
Kesimpulan
Adapun kesimpulan dalam kegiatan ini adalah
1. Saat ini
kegiatan yang ada di kelompok Karya Tani Sejahtera adalah membuat miniatur dari
kayu hasil hutan rakyat seperti tempat aqua gelas, dan lain sebagainya. Dalam
perjalanannya masih banyak kendala yang dihadapi yaitu modal, kemauan yang
didampingi oleh materi, dan mekanisme atau strategi pemasaranya produk
miniatur, jika tidak ada donatur yang membeli produk tersebut akan berhenti
ditengah jalan.
2. Dalam melakukan kegiatan pemantauan
bersama terhadap pelaksanaan SVLK dan PHPL, perlu tercipatanya pemantauan
bersama semua focal point JPIK Regio Sumatera, agar proses pemantauan berjalan
efektif, efisien, dan optimal.
3. Dalam pengelolan sumber daya air yang
ada di Provinsi Lampung perlu adanya saling kerjasama dan berkesinambungan oleh
semua pihak baik pemerintah, swasta, maupun pihak terkait, agar keselamatan
warga dan keberlanjutan produksi masyarakat terjamin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar