Jumat, 03 Oktober 2014

LAPORAN BULAN PERIODE SEPTEMBER 2014

A.  Kunjungan ke Kelompok Karya Tani Sejahtera
Pada Tanggal 4 September 2014 Yayasan Konservasi Way Seputih Melakukan kegiatan kunjungan ke Kelompok Karya Tani Sejahtera di Desa Buana Sakti. Tujuan dari kegiatan kunjungan tersebut adalah untuk mengatahui informasi terkait kegiatan yang baik akan diadakan maupun yang sudah diadakan, dan informasi tentang kendala atau hambatan yang ada di Kelompok Karya Tani Sejahtera. Saat ini kelompok Karya Tani sedang ada kegiatan membuat sebuah miniatur dari kayu hasil hutan rakyat. Tetapi dalam perjalanannya masih banyak kendala yang dihadapi yaitu modal, kemauan yang didampingi oleh materi, dan mekanisme atau strategi pemasaranya produk miniatur, jika tidak ada donatur yang membeli produk tersebut akan berhenti ditengah jalan.
Salah satu yang menjadi harapan dari kelompok tani Karya Tani Sejahtera kepada Yayasan Konservasi sebagai pendamping dalam hal peningkatan produktiviats hutan rakyat jangan terhenti begitu saja. Dan jangan hanya rencana saja tetapi harsu ada tindakan sehingga kedepannya harus lebih bagus lagi.
Dalam berorganisasi pasti ada kejenuhan, tapi kalau kita kalah sama jenuh ini kita kan berhenti terus. Begitupun dalam berkelompok pasti ada kejenuhannya masing-masing anggota, tetapi kalau kita merasa jenuh terus, kelompok tidak akan pernah maju. Kesadaran anggota kelompok dalam hal memiliki organisasai juga penting, karena dengan rasa memiliki tersebut anggoat kelompok dapat memajukan kelompok. Anggaota kelompok jangan ragu dalam nerbuata tauapun melauakn sesauatu demi kemauan kelompok. Saat ini banyak anggota kelompok Karya Tani Sejahtera yang memiliki banyak potensi tetapai untuk saat ini potensi tersebut belum begitu ditingkatkan. Untuk itu perlu adanya peningkatan kapasitas anggota kelompok agar kedepannya dapat memjukan kelompok.

Dalam hal pengajuan untuk Sertifikasi Legalitas Kayu, kelompok sudah lama ingin mengajukanya. Tetapi belum memenuhi syarat yang ada baik syarat admnistrasi, manajemen kelompok dan lain sebagainya. Untuk itu, peran dan dukungan dari beberapa pihak sangatlah diperlukan agar kelompok nanatinya dapat mengajukan Sertifikasi Legalitas Kayu.

B.  Pertemuan JPIK Regio Sumatera
Jaringan Pemantau Independen Kehutanan atau disingkat JPIK adalah merupakan jaringan dari lembaga-lembaga yang berperan sebagai pemantau independen di bidang kehutanan. JPIK didirikan pada 23 September 2010. Hingga saat ini, tak kurang 41 Lembaga dan 259 individu menjadi member JPIK.

JPIK Inisiatif Sumatera
Selama lebih kurang dua tahun perjalanannya, diperoleh banyak pembelajaran bahwa proses mengawal penerapan SVLK tidak bisa hanya dilakukan di tingkat provinsi atau di masing-masing focal point yang ada. Hal ini disebabkan oleh banyaknya perusahaan yang mempunyai konsesi tidak hanya di satu provinsi, bahkan sampai 3-4 provinsi. Belum lagi, terkait dengan SVLK dimana para perusahaan menerapkan strategi sejenis untuk semua konsesinya.

Proses komunikasi antar-pemantau independen yang dilakukan oleh JPIK  selama ini mendapatkan adanya kebutuhan atas strategi pemantauan dan strategi penguatan internal. Serta memberikan kebutuhan akan transparansi atas data dan informasi terkait Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Atas dasar inilah JPIK Focal Point Riau mengupayakan terwujudunya JPIK Inisiatif Sumatera dalam bentuk media informasi on-line (website) JPIK untuk region Sumatera.

JPIK Inisiatif Sumatera akan melibatkan seluruh Focal Point JPIK untuk Regio
Sumatera diantaranya adalah: 
Yayasan PENA : Focal Point ACEH - Yayasan Leuser Lestari : Focal Point SUMUT - Perkumpulan Qbar : Focal Point SUMBAR - Yasayan Mitra Insani : Focal Point RIAU - CAPPA : Focal Point JAMBI -Wahana Bumi Hijau : Focal Point SUMSEL - Ulayat : Focal Point BENGKULU - YWKS : Focal Point LAMPUNG

Pada tanggal 13 s/d 14 September 2014, saya dan pak Sidik menghadiri undangan Konsolidasi JPIK Regio Sumatera Upaya Pemantauan Bersama & Pengembangan Database SVLK. Kegiatan ini bertujuan untuk melakukan perbaikan atas proses pelaksanaa SVLK melalui peningkatan kapasitas, pengelolaan database, pemantaun bersama dengan melibatkan masyarakat oleh JPIK Regio Sumatera. Adapun keluaran dari kegiatan ini adalah strategi bersama dalam pemantauan SVLK di Regio Sumatera, dan adanya data dan informasi proses SVLK Regio Sumatera yang disajikan melalui database on line(website). Kegiatan ini dihadiri oleh hampir semua Focal Point yang ada di Regio Sumatera minus Focal Point Jambi. Kegiatan ini dilaksanakan selama 2 hari pada hari Sabtu dan Minggu di Hotel Ibis Pekanbaru. Hasil dari kegiatan konsolidasi ini adalah setiap Focal Point yang ada di Sumatera melakukan proses pemantauan SVLK dan PHPL disetiap Regio Provinsinya Masing-masing, dan terciptanya suatu pemantauan bersama yang dilakukan oleh Focal Point Regio Sumatera yang terfokus pada satu tempat.

C.  Workshop Tentang Kebijakan Pengelolaan Air Di Provinsi Lampung
Pada tanggal 25 September 2014 Yayasan Konservasi Way Seputih mengadakan acara workshop yang bertemakan “Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Menjamin Keselamatan Masyarakat dan Keberlanjutan Produksi di Provinsi Lampung”. Workshop tersebut dilaksanakan di Aula Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura Provinsi Lampung”
Workshop yang dilaksanakan pada tanggal 25 September 2014 bertempat di Aula Dinas Pertanian tersebut bertemakan “Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air Untuk Menjamin Keselamatan Masyarakat dan keberlanjutan Produksi di Provinsi Lampung”. Workshop yang diinisiasi oleh Yayasan Konservasi Way Seputih (YKWS) dihadiri oleh beberapa SKPD, masyarakat, Stakeholder yang terkait diantaranya yaitu Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji Sekampung, Dinas Pertanian Provinsi Lampung, Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, BPDAS Seputih Sekampung, BAPPEDA Provinsi Lampung, Walhi Lampung, LSM Mitra Bentala, masyarakat pengguna air Lampung Tengah dan Tanggamus, dan lain-lain. Workshop yang di moderatori oleh Bob Purba dari Samdhana Institute, bersama 3 Narasumber yaitu Toto Sugiarto dari Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji Sekampung , Dedi Juansyah dari Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, dan Indri Asmoko dari Dinas Pertanian Provinsi Lampung.

Menurut Bapak Toto Sugiyarto dari BBWS Mesuji sekampung, saat ini dari 30 sub DAS yang ada di wilayah Seputih Sekampung, ada 25 sub-DAS Surplus, 2 sub-DAS kritis, dan 10 sub-DAS defisit. Dan sebanyak 31 sub-DAS sudah dimanfaatkan (utilitas), sisanya 6 sub-das yang belum dimanfaatkan. Pengelolaan sumber daya air pada BBWS Mesuji Sekampung meliputi perencanaan, pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan dalam rangka :
Untuk mendorong proses pengelolaan sumber daya air berdasarkan    wilayah sungai yang terpadu antar sektor dan antar wilayah dilakukan melalui konservasi fisik dan non fisik yang antara lain meliputi pembuatan bendungan, embung, check dam pelestarian situ, penghijauan daerah tangkapan air dan sosialisasi pemberdayaan masyarakat.
Kebijakan pendayagunaan sumber daya air meliputi kegiatan penatagunaan, penyediaan, penggunaan, pengembangan dan pengusahaan sumber daya air dengan mengacu pada pola pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan. Pendayagunaan sumber daya air ditujukan untuk memanfaatan sumber daya air secara berkelanjutan dengan mengutamakan pemenuhan kebutuhan pokok kehidupan masyarakat secara adil
Pengendalian daya rusak air dalam upaya mencegah, menanggulangi, dan memulihkan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh daya rusak air; Keterbukaan, ketersediaan data dan informasi SDA; Pemberdayaan dan peningkatan peran serta masyarakat, swasta dan pemerintah.
Dinas Pertanianpun mengemukakan bahwa saat ini air itu sangat vital di butuhkan untuk pertanian. Saat ini sering terjadi alih fungsi lahan, hal ini dikarenakan keterbatasan air yang menyebabkan banyak petani yang merubah lahan pertaniannya dari lahan sawah menjadi kebun. Pemerintah sudah ada Perda, dengan adanya Perda nantinya lahan sawah di Lampung kita lindungi. Ini upaya pemerintah untuk memastikan bahwasannya sawah akan tetap ada. Saat ini strategi pembangunan  menjadikan Provinsi Lampung jadi basis produksi komoditas pangan dan komoditas ekspor dengan pendekatan kawasan, meningkatkan kualitas nilai tambah dan daya saing. Kebijakan pembangunan pertanian dan kebijakan peningkatan ketahanan pangan itu yang berdampak bagi perekonomian. Pertumbuahan penduduk saat ini sudah semakin pesat permasalahan yang semakin berat ini akan memperlambat pekerjaan kita, misalkan yang sudah kita lakukan untuk mengatasi upaya kekurangan air itu pernah kita upayakan dengan cara dari sungai langsung kita bawa untuk pengairan sawah, tapi itu hanya bersifat sementara.

Permasalahan pembangunan di sektor pertanian adalah sebagai berikut.
1. Lahan
Ø  Konversi lahan tidak terkendali
Ø  Keterbatasan pencetakan lahan baru
Ø  Penurunan kualitas tanah
Ø  Rata-rata kepemilikan tanah yang sempit
Ø  Ketidakpastian kepemilikan tanah
2.  Perbenihan dan pembibitan
Ø Lemahnya sistem produksi dan distribusi benih/bibit
Ø Hambatan pengembangan benih transgenik
     3.  Infrastruktur dan sarana
Ø  Tingginya kerusakan jaringan irigasi
Ø  Pendangkalan waduk
Ø  Tingginya biaya produksi dan transportasi
4.  Sumber daya manusia
Ø  Terbatasnya jumlah SDM
Ø  Masih rendahnya kualitas SDM
5.  Pembiayaan petani
Ø  Sulitanya petani atau nelayan mendapatkan pinjaman
Ø  Banyaknya petani gurem/kecil
Ø  Tunggakan KUT yang belum diputihkan.
6.  Kelembagaan petani
Ø  Lemahnya kelembagaan petani/nelayan
Ø  Kapasitas kelembagaan yang beragam
     7.  Teknologi dan Indutri Hilir
Ø  Masih menggunakan alat/teknologi yang tradisional
Ø  Industri yang belum berkembang.

Dan tantangan untuk sektor  pembangunan pertanian adalah perubahan iklim, kondisi perekonomian global, gejolak harga panen global, bencana alam, peningkatan jumlah penduduk, aspek distribusi, dan laju urbanisasi.

Dinas Kehutanan mengatakan bahwa kondisi sektor kehutanan yang ada di Provinsi lampung dari kawasan hutan lindung, kawasan konservasi, kawasan produksi yang fungsinnya sudah jelas. Kondisi Hutan Lindung di Provinsi Lampung saat ini belum berfungsi sesuai dengan peruntukannya karena sebagian besar kawasan hutan lindung telah dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya. Dampak dari belum optimalnya fungsi hutan lindung berdampak pada terganggunya tata air, dan belum terkendalinya erosi sehingga mempengaruhi banyaknya sedimentasi pada waduk/bendungan sebagai tempat penampungan air. Hal ini berdampak pada berkurangnya  daya tampung /volume waduk/bendungan , sehingga pada musim hujan banyak air tidak tertampung sehingga menimbulkan banjir dan pada musim kemarau  volume air menyusut sehingga tidak mampu mengairi sawah.


Dalam rangka mengembalikan serta meningkatkan fungsi dan manfaat  kawasan hutan dan lahan sebagai bagian dari DAS maka dilaksanakan Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL). Selain itu, upaya melibatkan peranserta masyarakat yang terlanjur memanfaatkan kawasan hutan lindung untuk kegiatan budidaya  maka Pemerintah mengeluarkan kebijakan Hutan Kemasyarakatn (HKm) dan Hutan Desa. Kegiatan RHL, HKm dan kegiatan-kegiatan lainnya yang berkaiatan dengan pengelolaan kawasan hutan (penataan hutan, perencanaan hutan, perlindungan hutan dan lain-lain) di tingkat lapangan dibawah organisasi pengelola kawasan Hutan yang disebut Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Dalam kurun waktu 4 tahun terakhir (sejak tahun 2010 s/d 2013) upaya rehabilitasi hutan dan lahan yang telah dilakukan oleh pemerintah melalui dana  APBN seluas 47.700 Ha, KBR sejumlah 2.154 Unit @ 25.000 batang, Pembagian tanaman program Gelam (APBD Provinsi Lampung) sejumlah 1.370.900 batang


Penyampaian materi yang disampaikan oleh narasumber Arif Wicaksono menunjukan sebuah strutur yang menggambarkan tentang minimnya kordinasi induktif dan deduktif. Induktif diartikan sebagai pemerintah yang mampu menjalankan pemertihanya disaat adanya pembiayaan dalam sebuah proyek, sedangkan deduktif diartikan sebagai masyarakat sebagai penerima dampak proyek. Dalam hal ini Arif wicaksono memberi masukan pentingnya menyusun syarat perubahan.

Kedepannya dengan adanya workshop ini dapat terjalinnya kesinambungan dan sinergitas antar semua lembaga baik dari pemerintah setempat, LSM yang bergerak dibidang kehutanan lingkuangan, dan air maupun masyarakat sekitar baik yang disekitar sunagai maupun yang jauh dari sungai sebagai pengguna air. Agar kedepannya pengelolaan air yang ada di Provinsi Lampung dapat berjalan dan bermanfaat bagi semua lapisan masyarakat. 

Kesimpulan

Adapun kesimpulan dalam kegiatan ini adalah
1.   Saat ini kegiatan yang ada di kelompok Karya Tani Sejahtera adalah membuat miniatur dari kayu hasil hutan rakyat seperti tempat aqua gelas, dan lain sebagainya. Dalam perjalanannya masih banyak kendala yang dihadapi yaitu modal, kemauan yang didampingi oleh materi, dan mekanisme atau strategi pemasaranya produk miniatur, jika tidak ada donatur yang membeli produk tersebut akan berhenti ditengah jalan.
2.     Dalam melakukan kegiatan pemantauan bersama terhadap pelaksanaan SVLK dan PHPL, perlu tercipatanya pemantauan bersama semua focal point JPIK Regio Sumatera, agar proses pemantauan berjalan efektif, efisien, dan optimal.
3.   Dalam pengelolan sumber daya air yang ada di Provinsi Lampung perlu adanya saling kerjasama dan berkesinambungan oleh semua pihak baik pemerintah, swasta, maupun pihak terkait, agar keselamatan warga dan keberlanjutan produksi masyarakat terjamin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar