Hutan sebagai karunia
dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkankepada bangsa
Indonesia merupakan kekayaan alam yang tak ternilai harganya wajib disyukuri. Karunia yang
diberikan-Nya, dipandang sebagai amanah, karenanya hutan harus diurus dan
dimanfaatkan dengan akhlak mulia dalam rangka beribadah, sebagai perwujudan rasa
syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hutan sebagai modal
pembangunan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi
kehidupan dan
penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi,
secara seimbang dan dinamis. Untuk itu hutan harus diurus dan dikelola, dilindungi
dan dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia,
baik generasi sekarang maupun yang akan datang.
Dalam kedudukannya
sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan, hutan telah memberikan
manfaat yang besar bagi umat manusia, oleh karena itu harus dijaga kelestariannya. Hutan
mempunyai peranan sebagai penyerasi dan penyeimbang lingkungan global,
sehingga keterkaitannya dengan dunia internasional menjadi sangat penting, dengan tetap
mengutamakan kepentingan nasional. Sejalan dengan Pasal
33 Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional
yang mewajibkan agar
bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, maka penyelenggaraan
kehutanan senantiasa mengandung jiwa dan semangat kerakyatan,
berkeadilan dan berkelanjutan. Oleh karena itu penyelenggaraan kehutanan harus
dilakukan dengan asas manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan,
keterbukaan dan keterpaduan dengan dilandasi akhlak mulia dan bertanggung-gugat.
Penguasaan hutan oleh
Negara bukan merupakan pemilikan, tetapi Negara memberi wewenang kepada
pemerintah untuk mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan
hutan, kawasan hutan dan hasil hutan; menetapkan kawasan hutan dan atau mengubah
status kawasan hutan; mengatur dan menetapkan hubungan hukum antara orang
dengan hutan atau kawasan hutan dan hasil hutan, serta mengatur perbuatan hukum
mengenai kehutanan. Selanjutnya pemerintah mempunyai wewenang untuk
memberikan izin dan hak kepada pihak lain untuk melakukan kegiatan di bidang
kehutanan. Namun demikian untuk hal-hal tertentu yang sangat penting, berskala dan
berdampak luas serta bernilai strategis, pemerintah harus memperhatikan
aspirasi rakyat melalui persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Untuk menjaga terpenuhinya
keseimbangan manfaat lingkungan, manfaat sosial budaya dan manfaat
ekonomi, pemerintah menetapkan dan mempertahankan
kecukupan luas
kawasan hutan dalam daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yang
proporsional.
Sumberdaya hutan
mempunyai peran penting dalam penyediaan bahan baku industri, sumber pendapatan,
menciptakan lapangan dan kesempatan kerja. Hasil hutan merupakan komoditi
yang dapat diubah menjadi hasil olahan dalam upaya mendapat nilai tambah serta
membuka peluang kesempatan kerja dan kesempatan berusaha. Upaya pengolahan
hasil hutan tersebut tidak boleh mengakibatkan rusaknya hutan sebagai sumber bahan
baku industri. Agar selalu terjaga keseimbangan antara kemampuan penyediaan
bahan baku dengan industri pengolahannya, maka pengaturan, pembinaan
dan pengembangan industri pengolahan hulu hasil hutan diatur oleh menteri yang
membidangi kehutanan. Pemanfaatan hutan tidak terbatas hanya produksi kayu dan
hasil hutan bukan kayu, tetapi harus diperluas dengan pemanfaatan lainnya seperti
plasma nutfah dan jasa lingkungan, sehingga manfaat hutan lebih optimal.
Dilihat dari sisi
fungsi produksinya, keberpihakan kepada rakyat banyak merupakan kunci keberhasilan
pengelolaan hutan. Oleh karena itu praktek-praktek pengelolaan hutan yang hanya
berorientasi pada kayu dan kurang memperhatikan hak dan melibatkan
masyarakat, perlu diubah menjadi pengelolaan yang berorientasi pada seluruh potensi
sumberdaya kehutanan dan berbasis pada pemberdayaan masyarakat. Sejalan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang pemerintahan
daerah, maka
pelaksanaan sebagian pengurusan hutan yang bersifat operasional diserahkan kepada
pemerintah daerah tingkat propinsi dan tingkat kabupaten/kota, sedangkan pengurusan
hutan yang bersifat nasional atau makro, wewenang pengaturannya
dilaksanakan oleh pemerintah pusat.
Mengantisipasi
perkembangan aspirasi masyarakat, maka dalam undang-undang ini hutan di Indonesia
digolongkan ke dalam hutan negara dan hutan hak. Hutan negara ialah hutan yang
berada pada tanah yang tidak dibebani hak-hak atas tanah menurut Undang-undang Nomor 5
Tahun 1960, termasuk di dalamnya hutan-hutan yang sebelumnya dikuasai
masyarakat hukum adat yang disebut hutan ulayat, hutan marga, atau sebutan lainnya.
Dimasukkannya hutan-hutan yang dikuasai oleh masyarakat hukum adat dalam
pengertian hutan negara, adalah sebagai konsekuensi adanya hak menguasai dan
mengurus oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat dalam prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian masyarakat hukum adat sepanjang
menurut kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya, dapat melakukan
kegiatan pengelolaan hutan dan pemungutan hasil hutan. Sedangkan hutan hak adalah
hutan yang berada pada tanah yang telah dibebani hak atas tanah menurut ketentuan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria,
seperti hak milik, hak guna usaha dan hak pakai.
Dalam rangka
memperoleh manfaat yang optimal dari hutan dan kawasan hutan bagi kesejahteraan
masyarakat, maka pada prinsipnya semua hutan dan kawasan hutan dapat dimanfaatkan
dengan tetap memperhatikan sifat, karakteristik, dan kerentanannya, serta
tidak dibenarkan mengubah fungsi pokoknya. Pemanfaatan hutan dan kawasan hutan
harus disesuaikan dengan fungsi pokoknya yaitu fungsi konservasi, lindung
dan produksi. Untuk mejaga keberlangsungan fungsi pokok hutan dan kondisi hutan,
dilakukan juga upaya rehabilitasi serta reklamasi hutan dan lahan, yang bertujuan selain
mengembalikan kualitas hutan juga meningkatkan pemberdayaan dan
kesejahteraan masyarakat, sehingga peranserta masyarakat. Kesesuaian ketiga fungsi tersebut sangat dinamis dan yang paling penting
adalah agar dalam pemanfaatannya harus tetap sinergi. Untuk menjaga kualitas
lingkungan maka di dalam pemanfaatan hutan sejauh mungkin dihindari terjadinya
konversi dari hutan alam yang masih produktif menjadi hutan tanaman.
Pemanfaatan hutan
dilakukan dengan pemberian izin pemanfaatan kawasan, izin pemanfaatan jasa
lingkungan, izin pemanfaatan hasil hutan kayu dan izin pemanfaatan hasil hutan bukan
kayu, izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu. Disamping mempunyai hak
memanfaatkan, pemegang izin harus bertanggung jawab atas segala macam gangguan
terhadap hutan dan kawasan hutan yang dipercayakan kepadanya. Dalam rangka
pengembangan ekonomi rakyat yang berkeadilan, maka usaha kecil,
menengah, dan
koperasi mendapatkan kesempatan seluas-luasnya dalam pemanfaatan hutan. Badan usaha
milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD), dan badan usaha milik
swasta Indonesia (BUMS Indonesia) serta koperasi yang memperoleh izin usaha
dibidang kehutanan, wajib bekerja sama dengan koperasi masyarakat setempat
dan secara bertahap memberdayakannya untuk menjadi unit usaha koperasi yang
tangguh, mandiri dan profesional sehingga setara dengan pelaku ekonomi lainnya.
Hasil pemanfaatan
hutan sebagaimana telah diatur dalam peraturan perundang-undangan, merupakan
bagian dari penerimaan negara dari sumber daya alam sektor kehutanan, dengan
memperhatikan perimbangan pemanfaatannya untuk kepentingan pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Selain kewajiban untuk membayar iuran, provinsi maupun dana
reboisasi, pemegang izin harus pula menyisihkan dana investasi untuk pengembangan
sumber daya manusia, meliputi penelitian dan pengembangan, pendidikan dan
latihan serta penyuluhan; dan dana investasi pelestarian hutan.
Untuk menjamin
status, fungsi, kondisi hutan dan kawasan hutan dilakukan upaya perlindungan hutan
yaitu mencegah dan membatasi kerusakan hutan yang disebabkan oleh perbuatan
manusia dan ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit. Termasuk dalam
pengertian perlindungan hutan adalah mempertahankan dan menjaga hak-hak negara,
masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan dan hasil hutanbbserta investasi dan
perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan. Dalam pengurusan
hutan secara lestari, diperlukan sumber daya manusia berkualitas bercirikan penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang didasari dengan iman dan taqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, melalui penyelenggaraan penelitian dan pengembangan,
pendidikan dan latihan serta penyuluhan kehutanan yang berkesinambungan.
Namun demikian dalam penyelenggaraan pengembangan sumber daya manusia melalui
ilmu pengetahuan dan teknologi, wajib memperhatikan kearifan tradisional serta
kondisi sosial budaya masyarakat.
Agar pelaksanaan
pengurusan hutan dapat mencapai tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, maka pemerintah
dan pemerintah daerah wajib melakukan pengawasan kehutanan. Masyarakat
dan atau perorangan berperan serta dalam pengawasan pelaksanaan
pembangunan kehutanan baik langsung maupun tidak langsung sehingga masyarakat dapat
mengetahui rencana peruntukan hutan, pemanfaatan hasil hutan
Sumber : Penjelasan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar